Eksistensi High Heels
Dari Alas Kaki Sampai Menjaga Gengsi
Dari Alas Kaki Sampai Menjaga Gengsi
Sepatu wanita terutama high heels adalah produk yang memiliki segmentasi ekslusif, jenis dan keragaman modelnya mampu menjadikannya sebagai bagian dari busana. Kini sepatu wanita bukan hanya berfungsi sebagai alas kaki, melainkan menjadi salah satu produk fashion yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas penampilan seorang wanita.
Setiap wanita rata-rata memiliki lebih dari sepasang sepatu, hal ini sangat berbeda dengan kaum pria. Pada umumnya pria sudah merasa cukup memiliki sepasang sepatu yang bisa digunakan untuk berangkat bekerja sekaligus bepergian atau menghadiri resepsi pernikahan. Maklum, karena model pakaian pria yang sangat terbatas dibandingkan dengan wanita, maka model sepatunya pun juga mengikuti keterbatasan model pakaiannya.
Bagaimana perbandingan sikap pria dan wanita terhadap sepatu mereka ?
Jika kaum pria memiliki lebih dari sepasang sepatu, tentu untuk kesempatan yang berbeda, misalnya sepatu sport untuk digunakan lari-lari kecil di hari Minggu pagi. Itu pun cuma sepasang yang dibeli untuk pengganti sepatu yang lama, yang telah rusak karena terlalu sering digunakan. Sepatu sport untuk pria yang tersedia di pasaran pun modelnya terbatas, sesuai dengan karakteristik pasarnya yang lebih cenderung memilih sepatu terkait dengan fungsi daripada modelnya.
Sementara sepatu sport untuk wanita ditawarkan dengan ratusan bahkan ribuan model di pasaran. Sehingga para wanita pun jika jogging di Minggu pagi bisa dengan leluasa memilih model dan warna sepatu yang sesuai dengan warna celana sport mereka. Hal ini juga sangat wajar, mengingat kaum wanita sangat memperhitungkan penampilan. Belum lagi jika merasa perlu bersaing untuk bisa tampil lebih cantik dan trendy dengan sesama teman di komunitas mereka.
Gambaran tersebut hanya untuk kesempatan dimana wanita tidak dituntut berpenampilan prima. Bagaimana jika seorang wanita hadir dalam sebuah pesta atau acara yang akan menjadi perhatian publik ? Maka mereka tidak hanya memperhitungkan busana dan tata rias yang sempurna, tetapi juga sepatu. Bahkan busana yang dikenakan harus baru, paling tidak berbeda dari sebelumnya, juga sepatunya harus matching !
Pada kesempatan yang berbeda, misalnya ketika harus ikut menghadiri pemakaman atau berziarah ke makam. Bagi pria hal itu bukan menjadi persoalan, cukup mengenakan sandal jepit, selesai ! Bagi wanita lain lagi, pertimbangan pertama sepatu yang digunakan harus berwarna hitam, karena harus mencerminkan perasaan dukacita. Tetapi sekaligus harus aman digunakan di area pemakaman yang mungkin lokasinya terdiri dari tanah liat. Maka, hal ini cukup menjadi persoalan.
Bagaimana jika seorang wanita memang harus menjaga penampilannya karena terkait dengan pekerjaan atau kariernya ? Tentu saja tiap gaun yang dimilikinya harus dilengkapi dengan sepatu yang sesuai, bahkan juga tas, dan perhiasan yang matching. Mungkin juga karena terlalu ekstrim ia masukkan handphonenya sebagai bagian dari busana.
Selain tuntutan fashion bahwa sepatu wanita adalah bagian dari busana, beberapa faktor lain turut membentuk mindset bahwa sepatu wanita bukan sekedar alas kaki. Setiap orang, terutama wanita pernah mengalami masa kanak-kanak dan akrab dengan cerita Cinderella. Dalam versi kontemporer film animasi Walt Disney Production diceritakan, Cinderella berhasil ditemukan kembali dan menjadi isteri seorang Pangeran berkat sepatu kaca yang tertinggal dalam pesta, dan kaki yang paling pas untuk mengenakannya adalah kaki Cinderella.
Cerita tersebut turut andil menanamkan dalam bawah sadar kita tentang peranan sepatu wanita dalam mengubah nasib Cinderella dari seorang gadis yang disia-siakan oleh ibu dan kakak-kakak tirinya, kemudian berubah menjadi isteri seorang pangeran dan menjadi keluarga kerajaan. Sepatu wanita milik Cinderella yang terbuat dari kaca itu juga pernah menjadi thema lagu anak-anak yang dinyanyikan Ira Maya Sopha dan populer di tahun 1978.
Sepatu wanita tidak hanya diceritakan turut berperan menjadikan Cinderella sebagai isteri seorang pangeran, sejarah mencatat bahwa sepatu wanita berhak tinggi pertama kali mirip model Wedges dipakai oleh Catherine de Médici, keluarga bangsawan Perancis di saat pernikahannya dengan Duke d’Orléans di Paris pada tahun 1533. Pada waktu itu sepatu wanita berhak tinggi atau yang sekarang lebih populer dengan sebutan high heels menjadi lambang kebangsawanan.
Wanita dari kalangan rakyat biasa tidak mungkin bisa mengenakan sepatu wanita berhak tinggi, selain bukan kelasnya juga tidak praktis untuk bepergian atau bekerja. Selanjutnya sepatu wanita berhak tinggi dilupakan orang. Pada klimaksnya, ketika berlangsung revolusi Perancis di tahun 1790-an, segala barang dan perangkat keluarga kerajaan seolah ikut terpancung guillotine.
Baru pada tahun 1906, sepatu wanita berhak tinggi dipopulerkan kembali oleh seorang disainer asal Italia, Andre Perugia, yang memberinya nama Stiletto. Kalangan disainer memperkirakan Andre Perugia adalah disainer yang pertama kali mendokumentasikan sepatu wanita berhak tinggi itu sebagai karyanya. Karena sebenarnya sepatu wanita berhak tinggi itu sudah ada sejak abad 15.
Dalam reinkarnasi dan perkembangannya sampai di abad ini, sepatu wanita berhak tinggi tetap memiliki “roh” dari abad 15, yakni sebagai indikator status sosial dari penggunanya.Memang kini siapa pun bisa membeli sepatu wanita berhak tinggi stiletto, tetapi tidak setiap wanita memiliki momentum yang tepat untuk bisa menggunakannya, kecuali mungkin para artis dan model, itu pun hanya di saat memperagakan busana yang membutuhkan stiletto sebagai pelengkapnya yang sesuai.
Meskipun pada prinsipnya sepatu wanita memiliki fungsi sebagai alas kaki yang tak berbeda dengan sepatu pria atau sepatu anak-anak, tetapi dalam perkembangannya cenderung menjadi bagian dari busana wanita. Produk-produk sepatu wanita ekslusif yang dirancang oleh rumah mode kelas dunia seperti Gucci, Coco Chanel dan lain-lain menjadi semacam pembenaran. Karena rumah-rumah mode itu pada awalnya hanya mendisain gaun wanita, tetapi pada perkembangannya memandang perlu untuk sekaligus mendisain sepatu-sepatu wanita yang sesuai agar dapat menciptakan penampilan konsumennya secara optimal.
Kini tak hanya para wanita dewasa yang peduli untuk menjaga penampilannya agar tetap prima dan matching, para remaja remaja putri juga bersikap sama, bahkan cenderung kreatif dalam mengkombinasikan pakaian dengan sepatu mereka. Meski lebih banyak membutuhkan sepatu jenis flat dan hak rendah sesuai dengan aktivitas dan kecenderungan mereka, jenis sepatu flat untuk remaja memiliki model yang unik dan kreatif. Harganya pun rata-rata terjangkau, sehingga jika mereka ingin membeli sepatu bisa dilakukan dengan menabung uang saku.
Ketika sepatu telah menjadi bagian dari busana wanita, apakah setiap gaun atau pakaian Anda juga harus dilengkapi dengan sepatu yang berbeda-beda ? Tentu saja tidak harus demikian. Jadilah wanita cerdas dengan memilih model dan warna sepatu yang bisa digunakan sesuai dengan beberapa busana sekaligus. Sehingga untuk setiap kesempatan Anda bisa tampil selalu matching dan tak pernah kehilangan citra sebagai wanita yang berpenampilan Anggun.
Paling tidak, kini Anda sudah memiliki wawasan tentang makna dan fungsi sepatu bagi penampilan Anda. Tidak perlu membeli sepatu wanita yang berharga mahal dan tak perlu mengoleksi puluhan pasang sepatu. Pada prinsipnya adalah keserasian dan keharmonisan, agar siapa pun akan merasa nyaman ketika memandang penampilan Anda. Sehingga tanpa Anda sadari, kebiasaan ini akan memberikan nilai plus untuk diri Anda sendiri. (Source: tips sepatu wanita)